Suasana Pulau Laelae, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Foto : Instagram/visit_sulsel/Firman.nd |
Tulisan ini mengkaji proses penggusuran pemukiman warga yang dilakukan oleh pemerintah Kota Makassar bekerja sama dengan pengusaha swasta dengan alasan pembangunan dan tata ruang kota. Kurangnya sosialisasi dan penetapan kebijakan yang tidak melibatkan warga dalam proses pengambilan keputusan telah menimbulkan protes sosial. Studi ini menjadi penting terutama dalam kajian ruang kota dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan yang membutuhkan keterlibatan berbagai pihak dalam proses perencanaannya.
Penelitian ini menjelaskan fenomena penggusuran dan protes sosial dengan menggunakan data kualitatif. Data penelitian diperoleh melalui wawancara dengan pihak-pihak terkait, kunjungan observasi lapangan secara langsung ke lokasi penelitian, serta dokumentasi, yaitu penggunaan sumber dokumen pemerintah dan koleksi pribadi terkait yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.
Penggusuran kawasan permukiman dalam bentuk relokasi dilakukan oleh pemerintah kota Makassar bekerja sama dengan pengusaha lokal dengan tujuan untuk menata kembali ruang sekaligus mengembangkan kawasan wisata. Permasalahannya adalah karena sosialisasi yang kurang lengkap dan kurangnya pelibatan warga dalam perencanaan, sehingga dianggap cacat hukum dari segi prosedur.
Kebijakan pembangunan kota, termasuk perencanaan tata ruang dan relokasi hunian, sebenarnya sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Hanya saja, proses perencanaan dan penentuan kebijakannya membutuhkan keterlibatan berbagai pihak.